Menjaga Keseimbangan antara Aksesibilitas dan Kelestarian Alam di Kelingking Beach

Klungkung, Bali – Polemik pembangunan glass elevator setinggi 180 meter di tebing Pantai Kelingking, Nusa Penida, kembali menjadi sorotan publik setelah proyek tersebut resmi dihentikan sementara oleh DPRD Provinsi Bali karena dugaan pelanggaran izin dan tata ruang. Sebagai ikon pariwisata dunia, Kelingking Beach bukan sekadar destinasi, tetapi juga simbol harmoni antara alam, budaya, dan kearifan lokal masyarakat Bali. Dalam konteks ini, Duta Pariwisata Indonesia memandang keputusan penghentian sementara proyek tersebut sebagai langkah reflektif yang perlu dimaknai secara positif bukan semata sebagai penolakan pembangunan, melainkan sebagai pengingat pentingnya keseimbangan antara kemajuan dan keberlanjutan.

Foto by @visitnusapenida

Pembangunan vs. Keberlanjutan: Titik Kritis yang Harus Dihormati

Pembangunan infrastruktur pariwisata seperti lift kaca memang dapat meningkatkan aksesibilitas bagi wisatawan, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Namun, di sisi lain, pembangunan tanpa perencanaan ekologis dan izin lengkap berisiko tinggi terhadap stabilitas tebing, keselamatan pengunjung, serta kelestarian lanskap alam yang menjadi daya tarik utama Nusa Penida. Dalam laporan resmi DPRD Bali, proyek ini diketahui melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2025 mengenai ketentuan arsitektur lokal Bali. Pelanggaran terhadap aspek tata ruang dan keselamatan kerja menunjukkan bahwa pariwisata tidak bisa hanya diukur dari nilai investasi, tetapi juga dari nilai tanggung jawab.

Perspektif Duta Pariwisata Indonesia:

Sebagai representasi generasi muda di sektor pariwisata, kami meyakini bahwa wisata berkelanjutan (sustainable tourism) harus menjadi pondasi setiap pembangunan di destinasi wisata nasional. Prinsipnya sederhana:

“Alam bukan objek pembangunan, tetapi mitra kehidupan yang harus dilindungi.”

Video Terkini kondisi di Pantai Kelingking, Nusa Penda, Bali

Oleh karena itu, setiap proyek di kawasan wisata strategis nasional seharusnya melalui kajian lingkungan, sosial, dan budaya yang ketat, serta melibatkan masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan utama. Masyarakat Bali telah membuktikan selama berabad-abad bahwa harmoni antara manusia dan alam (Tri Hita Karana) adalah kunci kelestarian Pulau Dewata. Prinsip itu harus menjadi dasar dalam setiap keputusan pembangunan.

Mengajak Masyarakat untuk Berpendapat

Duta Pariwisata Indonesia mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menjaga warisan alam Indonesia dengan memberikan pandangan dan aspirasi terkait kasus ini. Apakah pembangunan infrastruktur seperti lift kaca memang diperlukan, atau justru berpotensi merusak keaslian destinasi? Bagaimana seharusnya kita membangun tanpa mengorbankan identitas dan keseimbangan ekosistem? Diskusi publik seperti ini sangat penting agar arah pembangunan pariwisata Indonesia benar-benar berpihak pada keberlanjutan, bukan sekadar ekonomi jangka pendek.


Penutup

Keputusan penghentian sementara proyek ini adalah momen evaluasi bersama. Pemerintah daerah, investor, dan masyarakat harus duduk bersama untuk menemukan solusi terbaik, bagaimana meningkatkan aksesibilitas wisata tanpa mengorbankan nilai-nilai ekologis dan budaya. Kelingking Beach tidak membutuhkan kemewahan buatan yang ia butuhkan adalah pengelolaan yang bertanggung jawab agar keindahannya tetap abadi bagi generasi mendatang.

Ditulis oleh:
Tim Duta Pariwisata Indonesia
dengan pandangan dan kontribusi dari Andika Nur Wahid dan Nabila Nur Faiza – Grand Winner Duta Pariwisata Indonesia 2025

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *