Andika Nur Wahid – Grand Winner Duta Pariwisata Indonesia 2025: “Kelingking Tidak Butuh Bangunan Raksasa, Ia Butuh Pengelolaan yang Bertanggung Jawab.”

Isu pembangunan lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida kini menjadi perhatian nasional. Proyek dengan tinggi sekitar 182 meter tersebut diklaim bertujuan mempermudah akses wisatawan menuju pantai yang sebelumnya hanya dapat dijangkau dengan menuruni ratusan anak tangga curam. Namun di balik niat tersebut, muncul kekhawatiran akan potensi kerusakan alam, perubahan lanskap ikonik, dan minimnya pelibatan masyarakat lokal dalam proses perencanaan.

Menurut Andika Nur Wahid, Grand Winner Duta Pariwisata Indonesia 2025, pembangunan pariwisata seharusnya berlandaskan prinsip keberlanjutan. Ia menegaskan bahwa kemajuan tidak boleh mengorbankan jati diri alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama Indonesia.

“Pariwisata bukan hanya soal membangun fasilitas megah, tetapi menjaga keseimbangan antara aksesibilitas dan kelestarian. Alam adalah identitas masyarakat lokal. Karena itu, setiap keputusan pembangunan harus melibatkan mereka, bukan hanya investor,” ujarnya.

Andika menyoroti bahwa pembangunan tanpa perencanaan ekologis yang matang dapat mengancam keindahan asli Nusa Penida. Wilayah ini dikenal memiliki tebing kapur yang rapuh serta ekosistem laut yang sensitif terhadap perubahan struktur daratan. Kajian lingkungan yang komprehensif dan transparan menjadi keharusan agar proyek semacam ini tidak berakhir pada eksploitasi jangka pendek.

Sebagai representasi generasi muda di sektor pariwisata, Andika mengajak publik untuk lebih kritis dan aktif dalam menyuarakan pentingnya wisata yang ramah lingkungan dan berbasis komunitas. Ia menegaskan bahwa banyak negara telah membuktikan bagaimana teknologi modern bisa berjalan beriringan dengan konservasi, Indonesia pun mampu, selama ada komitmen, regulasi yang tepat, dan transparansi dalam pengawasan.

“Alam bukan panggung yang bisa diubah seenaknya. Kelingking tidak butuh bangunan raksasa, ia butuh pengelolaan yang bertanggung jawab,” tambahnya.

Isu ini menjadi refleksi bagi kita semua tentang arah pembangunan pariwisata Indonesia ke depan. Apakah kita sedang menuju kemajuan yang berkelanjutan, atau justru kehilangan nilai alam yang menjadi identitas bangsa?

Mari bersama-sama ikut berpendapat:
Apakah pembangunan seperti ini benar-benar dibutuhkan?
Bagaimana seharusnya kita menyeimbangkan akses wisatawan dengan pelestarian alam dan budaya lokal?

Tulis pandanganmu di kolom komentar dan jadilah bagian dari diskusi untuk masa depan pariwisata Indonesia yang lebih bijak, berkelanjutan, dan berkarakter.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *